Search

Friday, December 31, 2010

UN 2011, SEBUAH HARAPAN BESAR BAGI SEKOLAH

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh menerangkan, formula UN ini telah resmi akan digunakan pada UN tahun pelajaran 2010/2011 mendatang. Dijelaskannya, formula UN ini merupakan hasil kesepakatan bersama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) selaku penyelenggara UN, serta atas rekomendasi DPR RI.
“Kalau dulu, UN sendiri dinilai, hasilnya berapa. Kalau dia memenuhi 5,5 ke atas, lulus. Pada 2011, dikombinasikan antara ujian yang dilakukan secara nasional, dengan prestasi atau capaian waktu dia sekolah kelas 1,2 dan 3,” ungkap Mendiknas, dalam konferensi pers Kemdiknas Akhir Tahun, di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Kamis (30/12), yang turut dihadiri oleh jajaran pejabat Kemdiknas lainnya.
Syarat kelulusan lainnya adalah nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00 dan tidak ada ujian ulangan. “Bagi yang tidak lulus, dapat mengikuti Ujian Paket C untuk SMA,” ujarnya.
Dikatakan M Nuh, seorang siswa sedikitnya harus meraih nilai 4 pada UN agar dapat lulus, dengan syarat nilai ujian sekolahnya 8. Dengan menggabungkan kedua nilai tersebut, maka nilai akhir diperoleh 5,6, atau di atas nilai minimal 5,5. “Kalau nilai ujian sekolah 7, belum lulus. Nilai aman UN adalah 6,” katanya, saat mensimulasikan patokan nilai UN tersebut.

akar pendidikan Arief Rachman mengatakan, UN bukan soal mapel. Menurut Arief, ada dua hal terkait pelaksanaan UN tahun depan. Pertama, UN yang akan diujikan kepada siswa sekolah tidak boleh untuk menguji sistem pendidikan seperti tahun sebelumnya. Tetapi, UN harus memperhitungkan mutu dan keadilan.
Kedua, UN tidak boleh hanya jadi penentu kelulusan. UN harus diujikan dengan sistem kekuatan daerah masing-masing, sehingga tidak mendiskriminasi daerah lain.
Standar nilai minimal UN untuk tahun depan bobot lebih besar 5,5. Maksimum 2 mata pelajaran dengan nilai minim 4 dan maksimum 4 mata pelajaran di atas 4,25 (Mendiknas dalam rapat kerja dengan Komisi Pendidikan DPR (X), Senin (13/12))
Formulasi baru penentuan kelulusan siswa sekolah sedang disusun oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, dalam format baru nanti penentu kelulusan tidak hanya ditetapkan oleh Ujian Nasional semata. Lulus atau tidaknya siswa juga akan dinilai dari jumlah angka rapor, nilai Ujian Akhir Semester (UAS) serta nilai Ujian Nasional (Unas).
“Formula ini masih belum final, tetapi ini merupakan salah opsi untuk mencegah veto UN sebagai penentu kelulusan siswa,” kata Nuh usai melakukan inspeksi mendadak di Kursus Para Profesi di Tangerang, Rabu (8/12) kemarin.
Nuh mengatakan, falsafah Unas pada dasarnya ada dua yakni, komprehensif dan kontinuitas. Komprehensif berarti Unas menjangkau keseluruh kemampuan siswa termasuk aspek psikomotorik, kognitif serta afektif yang juga harus diperhatikan dalam penilaian.
Dengan dasar itu, seluruh penilaian rapor dan prestasi siswa dari jenjang bawah sampai atas juga akan dihitung dalam menentukan kelulusan. Lalu, fasafah kontinuitas berarti nilai Unas akan berlaku pula dari jenjang satu ke jenjang lainnya. Karena itu, mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu menilai pentingnya mendesain ulang Unas untuk tahun depan. “Jika sebelumnya mata pelajaran Unas saja yang berpengaruh atas kelulusan, sekarang semua mata pelajaran memengaruhi, “kata dia.
Mantan Menkominfo itu mengatakan, bobot atau prosentase Unas sebagai penentu kelulusan kini masih akan digodok ulang. Rencananya minggu depan akan ada hasil baru yang akan segera diaplikaskan secara nasional. “Itu yang akan digodok lagi tanggal 13 nanti,” katanya.
Nuh mengatakan, sekolah dan guru juga diberikan andil dalam hal mengevaluasi kelulusan siswa. Menurutnya, tugas mengevaluasi harus didelegasikan kepada pusat, guru, dan sekolah. Keputusan ini selaras dengan permintaan banyak pakar pendidikan yang menginginkan penentu kelulusan diserahkan juga kepada guru dan sekolah. “Jadi akan ada banyak faktor yang menentukan kelulusan sehingga siswa tidak dirugikan,” pungkas dia.

Link UMI (Upaya Menambah Income)

http://isroi.wordpress.com/2010/08/
http://iseedyou.com/hungarian-sweet-pepper-p-610.html
http://www.kambingetawa.org/
http://ayamcemaniasli.com/?cemani=galer
http://bisnisukm.com/untung-besar-dari-ayam-kampung.html
http://www.penemuan.com/
http://aliefardi.wordpress.com/2010/11/30/tips-gratis-membuat-pupuk-organikbokashi-sendiri/
http://www.jabon-kendal.co.cc/2010/09/proses-pengkerdilan-bibit-jabob.html

Friday, December 3, 2010

"Ngerti Sak Durunge Winarah"

PENDIDIKAN KARAKTER


Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. 

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. 

Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: 

pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 
kedua, kemandirian dan tanggungjawab; 
ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; 
keempat, hormat dan santun; 
kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; 
keenam, percaya diri dan pekerja keras; 
ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;
kedelapan, baik dan rendah hati, dan; 
kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. 

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. 

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. 

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. 

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis. 

Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama. 

SUMBER: http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html

Wednesday, November 10, 2010

Mengapa ada gempa ?


Tektonik, gempa dan vulkanisme

Walaupun kita tahu bahwa lempeng samodera bergerak menunjam menubruk lempeng benua. Ketika menubruk tentusaja terjadi gesekan-gesekan. Akibat gesekan inilah yang diperkirakan oleh ahli geologi-vulkanologi sebagai penyebab melelehnya batuan. Batuan yang meleleh inilah yang akhirnya berusaha menerobos keatas menembus lempeng benua.
Ketika lelehan batuan ini keluar dipermukaan setelah menembus kerak (lempeng) benua, disitulah munculnya gunung api.
Secara mudah digambarkan seperti dibawah ini.
Keterangan
  • 1. Ada dua tipe dasar litosfer: kontinental dan samudera . litosfer CONTINENTAL memiliki kerapatan yang rendah karena terbuat dari mineral yang relatif ringan. Litosfer samudera lebih padat daripada litosfer kontinen karena terdiri dari mineral berat. Lempengan bumi mungkin tersusun atas sepenuhnya dari litosfer samudera atau kontinental, tetapi kebanyakan sebagian laut dan sebagian benua.
  • 2. Di bawah pelat litosfer terletak astenosfer, lapisan mantel yang terdiri dari batuan semi-padat lebih padat. Karena pelat ini kurang padat dari astenosfer di bawah mereka, mereka mengapung di atas astenosfer.
  • 3. Jauh di dalam astenosfer tekanan dan temperaturnya sangat tinggi sehingga dapat melunakkan batu dan bahkan sebagian meleleh. Batuan yang melunak tapi padat dapat mengalir sangat lambat (secepat gerakan pertumbuhan kuku) dari waktu ke waktu geologi. Ketika terdapat ketidakstabilan suhu yang ada ada di dekat inti / batas mantel maka pelat ini akan bergerak perlahan-lahan mengikuti arus konveksi bisa terbentuk dalam astenosfer yang semi-padat.
  • 4. Setelah terbentuk, arus konveksi membawa material panas dari lebih dalam mantel ke arah permukaan. Ini prosesnya mirip proses menjerang air. Air ketika dimasak maka yang dibawah akan naik keatas, sedangkan yang diatas akan turun kebawah.
  • 5. Ketika mereka mengapung dan mendekati permukaan, arus konveksi menyimpang di dasar lithosfer. Arus menyimpang mengerahkan ketegangan lemah atau “tarik” pada pelat padat di atasnya. Ketegangan dan aliran panas tinggi melemahkan pelat, akhirnya mengambang, dan kadangkala menyebabkan plat ini pecah. Kedua sisi pelat sekarang-terpisah kemudian pindah dari satu sama lain, membentuk BATAS PELAT berbeda.
  • Nah disinilah penjelasan mengapa plat atau kerak-kerak ini dapat terapung-apung diatas “cecair” mantel atas.
  • 6. Ruang antara pelat menyimpang diisi dengan batu cair (magma) dari bawah. Kontak dengan air laut mendinginkan magma, yang cepat membeku, membentuk litosfer samudera baru. Proses ini terus menerus, operasi selama jutaan tahun, membangun rantai gunung berapi bawah laut dan lembah celah disebut MID-OCEAN RIDGE atau Pemerkaran samudera.
  • 7. Sebagian batuan cair baru terus menerus disundul dari bawah dan berkembang menyamping pada mid-ocean ridge dan terus material dari bawah ini ditambahkan ke dalam lempeng samudera (6), bagian yang lebih tua (awal terbentuk) dari plat bergerak menjauh dari punggungan dima awalnya diciptakan. Itulah sebabnya plat yang memiliki densitas tinggi ini menunjam masuk ke dalam ketika bertemu dengan kerak (plat) benua.
  • 8. Sebagian lempeng samudera bergerak lebih jauh dan jauh dari punggunan tengah samudera, aktif menyebarkan panas, secara bertahap mendingin.  Akhirnya, tepi pelat yang terjauh dari punggung penyebaran mendingin begitu banyak sehingga menjadi lebih padat daripada astenosfer di bawahnya.
  • 9. Seperti yang Anda tahu, bahan padat akan tenggelam, dan itulah apa yang terjadi pada kerak atau plat samudera. Akhirnya ketika bertubrukan mulai tenggelam masuk dibawah astenosfer! Dimana tunjaman pelat ini membentuk sebuah zona subduksi.
  • Zona subduksi ini ketika bergesekan menyebabkan gempa. Terutama gempa-gempa laut.
  • 10. Karena tenggelam dibagian tepi lempeng samudera akhirnya seolah-olah  “menarik” sisa dari pelat belakangnya ini juga akibat adanya diringan dari pemekaran samodera yang berujung pada daerah subduksi. Hingga saat ini Geolog masih belum tahu dan tidak yakin seberapa dalam tunjaman lempeng samudera sebelum mulai mencair dan kehilangan identitasnya sebagai pelat, tetapi geolog tahu bahwa plat tetap solid jauh melebihi kedalaman 100 km di bawah permukaan bumi.
Ini versi DongengGeologidotCom
  • 11. Zona subduksi adalah salah satu jenis konvergen BATAS PELAT, jenis batas lempeng yang membentuk di mana dua lempeng bergerak menuju satu sama lain. Perhatikan bahwa meskipun lempeng samudera dingin yang tenggelam, lempeng kontinental tapi kurang padat mengapung seperti gabus di atas astenosfer lebih padat. (lihat ilustrasi disamping kanan atas itu)
  • 12. Ketika tenggelam subduksi lempeng samudera jauh di bawah permukaan bumi, suhu besar dan tekanan pada kedalaman menyebabkan cairan untuk “keringat” dari piring tenggelam. Cairan berkeringat keluar meresap ke atas, membantu mencairkan lokal solid mantel atasnya di atas plat mensubduksi untuk membentuk kantong batuan cair (magma).
  • 13. Nah batuan cair baru dihasilkan mantel (magma) adalah batuan kurang padat (densitasnya atau berat jenisnya lebih kecil) dari batuan sekitarnya, sehingga naik ke permukaan. Sebagian besar magma mendingin dan mengeras sebagai badan besar plutonik (intrusif) batuan jauh di bawah permukaan bumi. Material cair magma yang cukup besar,  akan membentuk dapur magma yang menyebabkan terbentuknya gunungapi.
  • gempapemicu.jpg14. Beberapa batuan cair dapat mencapai permukaan bumi meletus sebagai tekanan gas terpendam di magma tiba-tiba dilepaskan, membentuk vulkanik (ekstrusif) batuan. Seiring waktu, lava dan abu meletus setiap kali magma mencapai permukaan akan terakumulasi-berlapis-lapis-untuk membangun pegunungan berapi dan dataran tinggi, seperti pegunungan di busur vulkanik jawa hingga sumatera.
Begitulah hubungan erat antar gempa yang terjadi di negeri kita ini,

Sunday, November 7, 2010

Merapi meletus dikala menapakan kaki di negeri orang

Begitu tapak kaki melangkahkan di atas tanah negeri orang (Singapore), terdengar berita Merapi meletus disusul kabar meninggalnya Tokoh Merapi (Mbah Maridjan),

Entah apa yang bergolak di jiwa ini,



Tuesday, October 19, 2010

Friday, September 3, 2010

Mengggapai 1000 kali bulan

Maha Mulia dzat yang telah menciptakan alam seisinya ini,
Di akhir ramadan kali ini ada dorongan kuat tuk menggapai malam kemuliaan
malam yang lebih mulia dari perjuangan 1000 kali malam
sunyi, senyap, damai, tintrim
indah nya malam
langit menoreh putih kedamainan , meski sebelumnya turun hujan
suara gerak awan tak lagi terdengar, hanya detak jantung yang berbisik
pergerakan sel darah tubuh berkejaran menuju titik yang telah ditentukan (sel)
bulu roma pun tegak berdiri menyambut kehadirannya
ya,
menggapai 1000 kali bulan
butuh hati yang tenteram
butuh otak jernih
butuh sel darah yang terbebas dari haram dan riba
ya,
selama masih ada ramadan, aku tetap ingin menggapainya.

Tuesday, August 24, 2010

Lanjut DAK

Akhirnya, setelah informasi dan produk hukum yang simpang siur kesana kemari, juga berbagai diskusi yang juga terjadi pada blog saya mengenai Prosedur Pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan dari Segi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pagi ini saya memperoleh informasi bahwa sudah keluar Surat Edaran Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mandikdasmen) yang ditujukan kepada seluruh Bupati dan Walikota di Indonesia berisi kewajiban melaksanakan lelang bagi pengadaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan.
Surat edaran ini berdasar kepada Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 perihal Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 47 tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 khususnya pasal 18 ayat (5b) yang berbunyi “Petunjuk teknis pelaksanaan DAK Pendidikan harus terlebih dahulu dikonsultasikan/mendapatkan persetujuan Komisi X DPR-RI yang membidangi pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (5) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Untuk menjamin efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitasnya, maka pelaksanaan DAK Pendidikan harus menggunakan metode pengadaan barang/jasa yang mengacu kepada mekanisme sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak dalam bentuk blockgrant/hibah ke penerima manfaat atau sekolah”
Surat Edaran tersebut yang bernomor 2908/C.C3/KU/2010 Tanggal 14 Juni 2010 juga menyampaikan 3 hal, yaitu:
  1. Menetapkan mekanisma DAK bidang pendidikan melalui mekanisme lelang yang dilaksanakan sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003
  2. Menyampaikan bahwa petunjuk pelaksanaan DAK masih dalam pembahasan dengan DPR
  3. Meminta kebupaten kota untuk mengubah mata anggaran dari belanja hibah menjadi belanja modal, melaksanakan lelang pada dinas pendidikan kabupaten/kota, mengalokasikan biaya lelang pada APBD, membentuk panitia lelang, serta membentuk tim teknis alat, buku, dan bangunan yang akan membantu panitia dalam menyeleksi barang sesuai petunjuk teknis DAK bidang pendidikan 2010
Surat resminya dapat dilihat dibawah ini:

Ada beberapa catatan saya mengenai Surat Edaran tersebut, yaitu:
  1. Kalimat pelaksanaan DAK Pendidikan harus menggunakan metode pengadaan barang/jasa yang ada pada UU No. 2 Tahun 2010 sebenarnya tidak dapat diterjemahkan sebagai lelang begitu saja. Karena menurut Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 6 menyebutkan bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan melalui 2 cara, yaitu menggunakan penyedia barang/jasa dan dengan cara swakelola. Kecuali kalau kalimat UU tersebut tegas menyebutkan bahwa pelaksanaan DAK harus menggunakan penyedia barang/jasa, maka sudah pasti harus lelang. Namun, rupanya Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) hendak mengakhiri polemik yang ada dengan menetapkan bahwa seluruh pelaksanaan DAK wajib menggunakan penyedia barang/jasa yang berarti akan menggunakan prosedur penunjukan langsung, pemilihan langsung, dan lelang umum untuk pengadaan barang/jasa dan jasa konstruksi, serta penunjukan langsung, seleksi langsung maupun seleksi umum untuk jasa konsultansi.
  2. Setiap daerah harus mengubah mata anggaran dari Belanja Hibah/Belanja Sosial menjadi Belanja Modal. Ini berarti barang-barang yang dibeli dari anggaran tersebut harus tercatat menjadi aset Kabupaten/Kota khususnya Aset di Dinas Pendidikan setempat. Belanja modal harus berujung pada Barang Inventaris yang harus tunduk pada aturan inventaris negara termasuk proses penghapusannya. Kalau mau dihibahkan ke sekolah, harus melalui prosedur audit dan penghapusan pada instansi awalnya.
  3. Harus segera terbentuk PPK dan Panitia Pengadaan di seluruh Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang menerima DAK Bidang Pendidikan. Ini berarti harus dilakukan sertifikasi pengadaan barang/jasa karena panitia pengadaan wajib bersertifkat ahli pengadaan barang/jasa pemerintah.
  4. Saya kurang setuju dengan pembentukan tim teknis yang ada pada bagian ke 3 Surat Edaran tersebut, karena tidak ada satupun pasal pada Keppres 80 Tahun 2003 dan seluruh perubahannya yang memuat istilah tim teknis. Ini juga akan menjadi sumber permasalahan apabila terjadi penilaian yang salah oleh tim tersebut. Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab apabila hal itu terjadi ? Apakah tim teknis ? Atau panitia ? 
    Kalau melihat dari aturan yang ada, tentu saja panitia, karena yang berwenang untuk melakukan evaluasi adalah panitia pengadaan dan yang menetapkan pemenang adalah PPK. Jadi tim teknis bisa melarikan diri apabila terjadi permasalahan. Pada Keppres No. 80 Tahun 2003 pasal 10 ayat (4) butir b dan c sudah ditegaskan bahwa syarat panitia adalah memahami keseluruhan pekerjaan yang diadakan serta memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia yang bersangkutan. Juga pada pasal 10 ayat (6) telah ditekankan bahwa panitia harus memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan. Satu lagi disebutkan bahwa tugas tim teknis adalah membantu panitia dalam melakukan evaluasi, sedangkan kita ketahui bersama bahwa evaluasi lelang sifatnya tertutup dan rahasia hingga pengumuman pemenang. Tugas evaluasi tidak dapat diwakilkan dan merupakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab khusus panitia berdasarkan Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 10 Ayat (5) butir f.
  5. Berdasarkan butir 4 di atas, saya menyarankan agar JANGAN DIBENTUK TIM TEKNIS di setiap Dinas Pendidikan, namun mengangkat panitia yang memahami teknis yang akan diadakan. Apabila di dinas pendidikan tersebut tidak ada panitia yang memahami teknis barang yang akan diadakan, silakan mengambil dari institusi lain. Misalnya untuk bangunan dapat mengambil dari Dinas Pekerjaan Umum (PU), untuk buku bisa mengambil dari Perpustakaan Daerah, dan lain-lain. Saya khawatir, tim ini dapat menjadi celah untuk melaksanakan sanggahan di kemudian hari.

DAK (bikin Dag-Dig-Dug)

Berbicara mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan bagi kepala SD dan SLTP, terkadang melahirkan beberapa perasaan, yaitu senang, bahagia, khawatir, bahkan takut.
Mengapa 2 perasaan yang amat bertentangan ini dapat berkumpul menjadi satu ? Karena bagi sebagian kepala sekolah, DAK adalah anugerah namun juga bisa berubah menjadi musibah.
DAK bidang pendidikan, yang fungsinya menurut aturan pemerintah bertujuan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun di beberapa daerah menjadi ladang pemasukan atau bahkan menjadi “ATM” pihak-pihak tertentu.
Jumlah bantuan yang bernilai ratusan juta, dan secara nasional berjumlah 9 (sembilan) triliun, merupakan godaan yang amat besar bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya.
Yang menjadi permasalahan, DAK ini disalurkan dari pusat ke daerah dengan tujuan akhir ke satuan pendidikan, yaitu sekolah. Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab administratif tertinggi pada satuan pendidikan tersebut merupakan penanggung jawab terakhir penggunaan DAK. Namun, karena posisi mereka yang paling terakhir inilah yang terkadang melahirkan “musibah” bagi mereka. Karena oleh pihak-pihak tertentu yang sebagian besar di atas mereka, DAK dipermainkan sekehendak hati dengan tanggung jawab penuh berada di pundak kepala sekolah.
Hal tersebut baru satu sisi dari permasalahan yang terjadi pada program DAK bidang pendidikan lain. Sisi yang lain, coba anda tanyakan kepada siapa saja yang bersentuhan dengan program DAK, baik tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, bahkan tingkat sekolah, bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan dana ini di tingkat satuan pendidikan ? Apakah pembelanjaan harus dilaksanakan secara penunjukan langsung, pemilihan langsung, atau bahkan pelelangan umum ?
Banyak diantara yang pernah saya tanya secara langsung juga bingung dengan jawabannya. Sebagian besar menjawab dengan “sesuaikan dengan juklak” atau “sesuai Keppres No. 80”, atau “namanya juga swakelola, jadi dilaksanakan secara swakelola.”
Sewaktu saya mengejar dengan beberapa pertanyaan lanjutan mengenai prinsip-prinsip swakelola, sebagian besar masih belum paham terhadap hal tersebut.
Akhirnya, masih tersisa sebuah pertanyaan besar, yaitu “Apakah pemanfaatan DAK bidang pendidikan harus dilaksanakan melalui tata cara pengadaan yang membutuhkan penyedia barang/jasa atau menggunakan prosedur pembelian langsung ?”
Pada tulisan kali ini, saya mencoba untuk menyampaikan pendapat saya dalam bidang tersebut.
Dasar Hukum
Ada beberapa dasar hukum terhadap program DAK bidang pendidikan ini, dan dasar hukum inilah yang menjadi pokok perhatian utama untuk menjawab pertanyaan di atas.
  1. Dasar hukum pertama adalah Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
    • Pasal 49 ayat (3), menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
    • Pasal 53 ayat (3) menyatakan bahwa penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang berbentuk badan hukum pendidikan berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
  2. Dasar hukum kedua adalah Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
    • Pasal 4 ayat (1), menentukan: “Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali di dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.”
    • Pasal 40 ayat (5), menentukan: “Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Badan Hukum Pendidikan diterima dan dikelola oleh pemimpin organ pengelola pendidikan.
  3. Dasar hukum ketiga adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
    • Pasal 83 ayat (1) menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah diberikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
  4. Dasar hukum keempat adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
    • Pasal 39 ayat (2), menentukan: “Swakelola dapat dilaksanakan oleh: a. Pengguna barang/jasa; b. Instansi pemerintah lain; c. Kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.”
    • Lampiran I Bab. III, A, 2, c, menentukan: “Swakelola oleh penerima hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi hibah.”
  5. Dasar hukum kelima adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah
    • Pasal 33 ayat (1) menentukan: “DAK Bidang Pendidikan dialokasikan melalui mekanisme belanja hibah pada sekolah.”
    • Pasal 33 ayat (6) menentukan: “Kepala Sekolah selaku penerima hibah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Pendidikan dan realisasi keuangan di satuan sekolah yang dipimpinnya.”
    • Pasal 33 ayat (7) menentukan: Pelaksanaan program kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan secara swakelola oleh sekolah selaku penerima hibah dengan melibatkan komite sekolah.”
  6. Dasar hukum keenam adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010
    • Pasal 3 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diarahkan untuk pembangunan ruang/gedung perpustakaan SD/SDLB dan SMP, pengadaan meubelair perpustakaan SD/SDLB dan SMP, penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB dan SMP, pembangunan ruang kelas baru (RKB) SMP, dan rehabilitasi ruang kelas (RRK) SMP.
    • Lampiran 1, II, C, 7 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diberikan secara langsung dalam bentuk hibah kepada satuan pendidikan (SD/SDLB dan SMP) dan dilaksanakan secara swakelola, dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat di sekitar sekolah sebagai bagian integral dari sistem manajemen berbasis sekolah (MBS).
  7. Dasar hukum ketujuh adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) No. 698/C/KU/2010 perihal Tata Cara Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010.
Nah dari semua dasar hukum ini, bagaimana proses DAK Bidang Pendidikan ini, khususnya bila ditinjau dari segi pengadaan barang/jasa pemerintah ?
Prosedur Pengadaan pada DAK
Saya secara pribadi sudah beberapa kali bertanya kepada berbagai pihak mengenai DAK Bidang Pendidikan, khususnya dalam kaitan pengadaan barang/jasa. Namun, sebagian besar jawaban yang diberikan bersifat ragu-ragu, apalagi jika dikejar lebih jauh sampai ke tataran teknis.
Namun, dari sekian banyak jawaban yang diberikan, ada beberapa hal yang merupakan pendapat umum di lapangan. Yaitu:
  • DAK bidang pendidikan itu adalah blockgrant yang diberikan kepada sekolah, dan pelaksanaannya harus lelang;
  • DAK dilaksanakan dengan cara swakelola namun apabila ada tahapan yang membutuhkan penyedia barang/jasa, harus dilaksanakan sesuai Keppres 80.
  • Sekolah tidak boleh menunjuk perusahaan tertentu untuk mengerjakan pekerjaan yang dibiayai dari DAK bidang pendidikan
  • Sekolah tidak boleh belanja langsung untuk membeli kebutuhan yang dipersyaratkan di dalam juknis DAK
Apakah semua pendapat itu benar ? Mari kita coba kupas satu persatu berdasarkan hukum yang telah disebutkan di atas.
  1. DAK bidang pendidikan adalah HIBAH yang diberikan kepada sekolah (UU No. 20 Tahun 2003, UU No. 9 Tahun 2009, dan PP No. 48 Tahun 2008)
  2. Sekolah berhak untuk mengelola dana hibah secara MANDIRI sesuai dengan aturan pemberi hibah (UU No. 20 tahun 2003 dan Permendagri No 20 Tahun 2009)
  3. Pengelolaan dana hibah dilaksanakan secara SWAKELOLA (UU No. 20 Tahun 2003, Keppres No. 80 Tahun 2003, Permendagri No. 20 Tahun 2009, dan Permendiknas No. 5 Tahun 2010)
Nah, apa makna dari Swakelola itu ?
Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri (Keppres No. 80 tahun 2003 Pasal 39 Ayat 1)”
Apakah Swakelola harus menggunakan metode pengadaan sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003, yaitu lelang/seleksi umum, lelang/seleksi terbatas, pemilihan/seleksi langsung, atau penunjukan langsung ?
Disinilah sering terjadi salah kaprah terhadap swakelola. Banyak yang beranggapan bahwa semua swakelola itu hanya dalam proses pekerjaannya saja, sedangkan apabila ada proses pengadaan di dalamnya, maka harus kembali kepada aturan-aturan pengadaan.
Yang harus diperhatikan baik-baik adalah, swakelola itu terdiri atas 3 jenis, yaitu:
  1. Swakelola oleh pengguna barang/jasa
  2. Swakelola oleh instansi pemerintah lain non swadana
  3. Swakelola oleh penerima hibah
Setiap jenis swakelola mengambarkan institusi penyelenggara.
Swakelola oleh pengguna barang/jasa adalah swakelola yang dilaksanakan oleh pemilik anggaran, seperti Dinas Pendidikan, Universitas, LPMP, dan lain-lain. Sedangkan swakelola oleh instansi pemerintah lain non swadana adalah swakelola yang dilaksanakan bukan oleh pemilik anggaran. Contohnya adalah institusi negeri yang menerima bantuan dana melalui APBN.
Swakelola oleh penerima hibah adalah swakelola yang dilaksanakan oleh institusi non pemerintah yang memperoleh anggaran dari APBN/APBD.
Pengertian lebih detail dapat dibaca pada Lampiran 1 Keppres No. 80 Tahun 2003 Bab III, A, 2, a sampai c.
Kalau begitu, bagaimana posisi DAK Bidang Pendidikan ini ?
Melihat dasar hukum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa DAK Bidang Pendidikan masuk pada 2 pengertian Swakelola, yaitu swakelola jenis ke 2 dan swakelola jenis ke 3 berdasarkan penerimanya.
  1. Penerima DAK Bidang Pendidikan yang berupa institusi negeri, seperti SD/SDLB dan SMP Negeri Swakelola oleh pengguna barang/jasa dan swakelola oleh instansi pemerintah lain non swadana harus menggunakan metode pengadaan sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 apabila di dalam proses swakelola terdapat pengadaan bahan, jasa lainnya, peralatan/suku cadang, dan tenaga ahli yang diperlukan oleh panitia.
    Namun, yang menjadi kendala adalah pada proses pengadaan harus dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan, sedangkan sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 10 Ayat (4) butir (f), bahwa salah satu persyaratan panitia/pejabat pengadaan adalah memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah.
    Patut diketahui, penerima DAK bidang pendidikan ini adalah sekolah yang sudah bisa dipastikan banyak yang belum memiliki tenaga bersertifikat pengadaan barang/ jasa.
    Jalan keluarnya, setelah berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah bekerjasama dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang terletak di Kabupaten/Kota.
    ULP Kabupaten/Kota dapat melakukan pengadaan dengan 2 cara, yaitu dengan menyatukan seluruh pengadaan dalam satu paket dan distribusi kontrak serta hasil dilakukan per-lokasi, atau melakukan pengadaan berdasarkan lokasi. Artinya, bisa saja akan ada 2 jenis pengadaan, yaitu pengadaan bersama dan pengadaan per-sekolah yang semuanya dilakukan oleh ULP setempat.Karena pendanaan berada di Sekolah, maka yang menjadi PPK adalah pejabat pada sekolah tersebut. Kepala Sekolah adalah Pengguna Anggaran dan membuat SK penunjukan PPK yang akan menangani pengadaan barang/jasa di sekolah tersebut. PPK inilah yang akan menyetujui dokumen pengadaan serta menandatangani kontrak pengadaan (apabila ada) dengan penyedia barang/jasa. Walaupun pada Keppres No. 80 tahun 2003, PPK juga diwajibkan untuk bersertifikat ahli pengadaan barang/jasa, namun menurut Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 02/SE/KA/2010 Tanggal 11 Maret 2010 disebutkan bahwa PPK yang berada di Propinsi dan Kabupaten diwajibkan memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pada tanggal 1 Januari 2012. Jadi, untuk tahun ini dan tahun depan masih dimungkinkan PPK belum bersertifikat pada lingkup propinsi dan kabupaten/kota.
    Ini memang merupakan sebuah pekerjaan rumah yang amat besar, utamanya mensosialisasikan proses pengadaan barang/jasa sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 kepada seluruh sekolah negeri di Indonesia.
  2. Penerima DAK Bidang Pendidikan yang berupa institusi masyarakat, seperti SD/SDLB dan SMP Swasta
    SD/SDLB dan SMP swasta termasuk ke dalam Swakelola jenis ke 3 yang menurut Lampiran I Keppres No 80 Tahun 2003 Bab III, A, 1, c adalah jenis swakelola yang proses pengadaan barang, jasa lainnya, peralatan/suku cadang, dan tenaga ahli yang diperlukan, dilakukan sendiri oleh penerima hibah.
    Disini terlihat dengan jelas bahwa berapapun nilai pengadaannya, maka proses pengadaannya dilaksanakan sendiri oleh penerima hibah.Jadi, misalnya ada pengadaan buku, maka penerima hibah atau sekolah dapat datang langsung ke toko buku dan membeli buku-buku yang dibutuhkan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat oleh pemberi hibah. Proses pertanggungjawaban keuangan cukup dengan kuitansi yang dikeluarkan oleh toko buku yang selanjutnya dibuat dan dirangkum dalam bentuk laporan. Demikian juga dengan pengadaan lainnya.
    Tapi, bukan berarti penerima hibah bisa seenaknya membelanjakan dana yang diperoleh dari program DAK bidang pendidikan, karena sesuai dengan Permendagri No. 20 Tahun 2009, tanggung jawab berada di pundak kepala sekolah untuk membelanjakan dana sesuai dengan petunjuk pelaksanaan.
    Juga dalam pelaksanaannya, sekolah wajib melibatkan komite sekolah dan masyarakat sekitar sekolah sesuai dengan Permendiknas No. 5 Tahun 2010.Jadi, tidak ada penunjukan langsung, pemilihan/seleksi langsung, pelelangan/seleksi umum dalam proses DAK bidang pendidikan di sekolah pada jenis swakelola ini. Tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaan kepada sebuah perusahaan atau institusi di luar sekolah, karena proses swakelola oleh penerima hibah harus dilaksanakan sendiri oleh penerima

Sunday, May 2, 2010

HASIL UN 2010 (keprihatinan di kala HARDIKNAS)

Menyikapi hasil UN SMA/MA yang telah keluar, secara nasional reratanya mengalami peningkatan, namun demikian banyak daerah mengalami penurunan prosentase lulusannya, Menurut Mendiknas, hal ini dimungkinkan karena adanya pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan UN 2010 ini.
Menanggapi hal ini banyak pihak menanggapinya dengan miring, dengan konebtar "mengapa ambisi pengawasan penyelenggaraan UN yang ketat" merugikan anak (secara mental) ?
Salah satu contoh di Provinsi DIY, wali kota memerintahkan kepada seluruh jajaran yang berkecimpung dalam UN untuk berlaku serius dan jujur. meskipun ternyata hasilnya kurang memuaskan. Apresiatif terhadap kebijakan gubernur dan walikota Jogja, memang semestinya sebuah keberhasilan ditempuh dengan jalan yang baik dan benar.
Akankah UN SMP/MTs yang juga dilaksanakan secara murni dan konsekuen ini berakhir dengan banyaknya siswa yang gagal UN ? semoga saja Tuhan YME memberikan sesuatu tang lebih berharga, amin.

Terima kasih kawanku yang telah melaksanakan tugasnya dengan jujur,
Semoga keberhasilan m sebagai buah yang akan kita tuai.